KONFLIK PERGURUAN SILAT SETIA HATI TERATE DAN
 SETIA HATI WINONGO DI KABUPATEN MADIUN

Setia Hati diawali berdirinya Sedulur Tunggal Kecer  yang berdiri dikampung Tambak Gringsing Surabaya oleh KI Ngabei Soero Diwiryo dari Madiun pada tahun 1903. Pada tahun tersebut KI Ngabei belum menamakan perguruannya dengan nama Setia Hati namun, bernama “Joyo Gendilo Cipto Mulyo”. Pada tahun 1917 Joyo Gendilo Cipto Mulyo bergati nama dengan Setia Hati. Pertentangan Ideologi mulai muncul ketika pendiri SH meninggal yang mana konflik tersebut di motori oleh dua murid kesayangan Ki Ngabei Soero Diwiryo yang mengakibatkan pecahnya SH dan terbagi dalam 2 wilayah teritorial yaitu SH Winongo yang tetap berpusat di Desa Winongo dan SH Terate di Desa Pilangbangau Madiun. Konflik ini berpangkal dari perbedaan penafsiran dan klaim kebenaran tentang ideoligi atau paham  ke Setia Hati an dari kedua perguruan tersebut, dimana masing-masing perguruan mengklaim bahwa ajaran mereka adalah ajaran yang asli.
Konflik kedua perguruan tersebut merambat sampai pengikut masing-masing perguruan sampai sekarang, yang di penuhi rasa kebencian satu sama lain. Belum lagi konflik di perparah kepentingan politik dan perebutan basis ekonomi. Basis pendukung antar kedua perguruan di bedakan oleh perbedaan kelas juga. SH Winongo berkembang dalam wilayah perkotaan dan basis pendukungnya adalah para bangsawan atau priyayi sedangkan SH Teratai berkembang di wilayah pedesaan dan pinggiran kota. Perpecahan kedua perguruan tadi juga terletak dalam strategi pengembangan ideologi yang satu bersifat ekslusif sedangkan yang satunya berusaha untuk lebih bisa diterima masyarakat bawah guna melestarikan perguruan.
Konflik yang terjadi antara Perguruan Setia Hati Terate dan Setia Hati Winongo merupakan konflik yang terbetuk secara konstruktif yang dilakukan oleh kedua murid pendiri Perguruan Setia Hati. Konflik yang tejadi merupakan konflik identitas yang mana kedua perguruan tersebut saling mengklaim kebenaran pembawa nilai Ideoligi Setia Hati yang orisinil dan menganggap dirinya yang paling baik dan benar. Klaim kebenaran terus menerus di reproduksi dan ditanamkan oleh para sesepuh mereka terhadap anggota masing-masing perguruan sehingga membangun atau mengkonstruksi idealisme akan kebenaran ajaran bagi pengikut yang menganutnya, hal ini menimbulkan dampak terhadap egoisme pengikut  masing-masing perguruan sampai dengan tingkat bawah yang sering menyebabkan terjadinya pertikaian antara pengikut kedua perguruan dan telah memakan korban jiwa dan materil yang cukup banyak. Konflik yang terjadi adalah merupakan tindakan permusuhan antara dua kelompok maupun perorangan yang membawa atribut kelompoknya masing-masing yang terwujud dengan tindakan saling menghancurkan untuk memenangkan suatu tujuan tertentu (Dahrendorf).
Hadirnya kekuatan politik dalam masing-masing organisasi silat ini menyebabkan rantai konflik semakin panjang dan sangat sulit untuk diselesaikan. Kekuatan Politik yang ada di Wilayah Kabupaten Madiun memanfaatkan organisasi silat yang ada untuk mencari dukungan bagi para tokoh politik dalam memenangkan berbagai pesta demokrasi seperti pemilihan Bupati dan Pemilu lainnya. Pertarungan eksistensi antara SH Winongo dan SH Terate juga berimbas pada perekutan anggota sebanyak–banyaknya yang  dimanfaatkan para oleh tokoh silat sebagai perebutan basis ekonomi.
Dalam perkembangannya, konflik yang antara kedua perguruan silat ini telah menimbulkan gangguan Kamtibmas yang cukup besar di wilayah Kabupaten Madiun, hal ini dapat kita cermati dari tingginya kasus perkelahian yang melibatkan pengikut dari kedua perguruan silat tersebut. Disamping itu partisipasi masyarakat yang tinggi dalam kelompok silat dan di barengi sentimen ideologis yang kuat dan cenderung emosional dalam bertindak seringkali di manfaatkan oleh kelompok kepentingan yaitu oleh para politisi lokal untuk mendukung parpol yang di pimpimnya, sehingga mengakibatkan semakin sulitnya ditemukan penyelesaian konflik yang ada.

DAMPAK KONFLIK PERGURUAN SILAT (SH.TERATE DENGAN SH.WINONGO) TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT
            Konflik yang berkepanjangan antara perguruan silat SH.Tarate dan SH. Winongo di Kabupaten Madiun membawa berbagai dampak negatif terhadap kehidupan sosial masyarakat antara lain :
1.                  Munculnya pandangan bagi para pemuda di kabupaten Madiun, bahwa apabila tidak menjadi pengikut salah satu perguruan yang ada maka dianggap sebagai pemuda yang tidak mempunyai pergaulan yang baik, sehingga hampir setiap pemuda di Kabupaten Madiun adalah salah satu pengikut dari perguruan silat yang ada, baik sebagai pengikut SH. Terate ataupun sebagai pengikut SH. Winongo, namun bentuk keikut sertaan sebagian pemuda tersebut bukan karena keinginan untuk menekuni olahraga silat, namun hanya untuk mendapatkan status, sehingga apabila menghadapi masalah maka anggota lain seperguruannya akan membantu, walaupun belum diketahui posisi atau permasalahan yang ada.

2.                  Konflik antara perguruan silat di Kabupaten Madiun menyebabkan keresahan pada masyarakat, terutama pada saat dilaksanakannya kegiatan perguruan silat yang mendatangkan massa yang cukup banyak, bahkan dari luar Madiun, sehingga hal ini membutuhkan pengamanan yang ekstra dari aparat keamanan untuk berusaha semaksimal mungkin agar dapat mengurangi kekhwatiran masyarakat dan mencegah terjadinya bentrokan antara kedua perguruan silat tersebut yang dapat menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan korban materil.

3.                   Sebagian masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah beranggapan bahwa silat bukan merupakan olahraga yang positif, karena fenomena lingkungan masyarakat yang sering melihat buruknya prilaku para pengikut perguruan silat yang hanya mendatangkan keresahan bagi masyarakat dengan berbagai aksi brutal yang telah menjatuhkan korban materil bahkan korban jiwa, padahal sebenarnya olahraga silat merupakan salah satu olahraga yang menjadi ciri khas Indonesia, yang apabila dikembangkan dengan baik, akan dapat menciptakan atlit-atlit nasional yang berprestasi dan berkelas Nasional bahkan Internasional.

4.                   Berubahnya konsep perguruan silat sebagai sarana olahraga yang dapat membawa nama baik daerah dengan berbagai prestasi yang seharusnya dapat dicapai. Perguruan silat hanya digunakan sebagian kalangan untuk membangun identitas diri semata sebagai salah satu pengikut yang berorientasi untuk mendapat dukungan dari teman seperguruan. Bahkan perguruan silat dimanfaatkan oleh para tokoh politik daerah bahkan tokoh politik nasional sebagai alat untuk mendapatkan dukungan suara pada saat diadakannya berbagai pesta demokrasi.

5.                   Dampak lain yang ditimbulkan oleh konflik antar perguruan silat di Kabupaten Madiun, menyebabkan perkembangan ekonomi didaerah ini sulit dikembangkan yang diakibatkan kondisi keamanan yang tidak mendukung, hal ini menyebabkan banyaknya investor yang enggan untuk berinvestasi dalam sektor perekonomian diwilayah Madiun.

UPAYA MITIGASI YANG DAPAT DILAKUKAN DALAM KONFLIK PERGURUAN SILAT

Untuk meminimalisir konflik yang terjadi antara kedua Perguruan silat tersebut perlu dilakukan berbagai upaya yang bertujuan untuk mengurangi konflik yang mengarah kepada bentrokan fisik antara anggota perguruan di Kabupaten Madiun, Upaya tersebut dapat dilakukan dengan mempertemukan tokoh dari kedua perguruan untuk membuat  kesepakatan –kesepakatan antara kedua perguruan, sehingga dapat meredam atau setidaknya mengurangi dampak langsung yang diakibatkan konflik tersebut.
Dalam rangka mengurangi tingginya eskalasi konflik antara kedua perguruan, diharapkan pemerintah daerah setempat dan para tokoh politik daerah, agar tidak memanfaatkan keberadaan perguruan silat sebagai basis untuk mendapatkan dukungan dalam memenangkan berbagai pesta demokrasi yang dilakukan di wilayah Kabupaten Madiun, baik yang berskala Lokal maupun Nasional.
Mengupayakan perubahan mind set masyarakat Kabupaten Madiun dengan berbagai sosialisasi agar dapat memanfaatkan Perguruan silat sebagai aset budaya daerah yang dapat meningkatkan dan mengangkat nama daerah dalam kancah Nasional dengan menciptakan atlet-atlet silat yang handal dan berprestasi dari kedua perguruan silat.
Aparat penegaka hukum dapat berperan serta dalam upaya mereduksi dampak yang diakibatkan konflik antar perguruan silat di kabupaten Madiun, dengan menerapkan hukum secara tegas dan profesional dalam menindak segala bentuk kekerasan yang terjadi, terutama yang melibatkan pengikut dari kedua perguruan silat yang ada di Kabupaten Madiun. Upaya ini diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi para pelaku kekerasan. Disamping itu upaya pencegahan harus tetap dilakukan dengan melibatkan instansi terkait, seperti pemerintahan daerah, kepolisian, TNI dengan cara melakukan pengamanan secara ketat setiap kegiatan yang dilakukan oleh perguruan silat yang mendatangkan massa dalam jumlah yang banyak, yang dapat sebagai pemicu terjadinya bentrokan fisik antara pengikut perguruan.
                                                                                   
               

Comments